Bagaimana Cara Menghitung BPHTB pada Proses Baliknama Tanah Warisan/Turun Waris
RUMAHCIREBON.ID – Sebagaimana perolehan hak berdasarkan jual beli, perolehan hak atas tanah dan bangunan karena warisanpun dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan atau BPHTB.
Karena para ahli waris memperoleh hak atas tanah dan bangunan sehingga negara mengenakan pajak.
BPHTB karena warisan diatur dalam UU No. 20 Tahun 2000 tentang BPHTB karena perolehan hak karena warisan merupakan salah satu jenis perolehan hak yang dikenakan pajak. Jenis perolehan hak lain yang juga dikenakan BPHTB bisa dilihat disini.
Mengenai warisan dan siapa saja ahli waris dan bagian-bagiannya diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) atau Burgerlijk Wetboek (BW) atau Hukum Perdata Barat dan UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
Khusus untuk yang beragama Islam juga merujuk kepada Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Hukum Islam yang tidak dipositifkan (tidak dijadikan hukum tertulis di Indonesia, berlaku untuk seluruh umat Islam di dunia).
Tetapi dalam pembahasan ini hanya menghitung BPHTB warisan untuk kasus yang sederhana yang paling sering terjadi, yaitu seorang meninggal memiliki ahli waris berupa istri atau suami dan anak-anak.
Untuk menentukan siapa saja ahli waris dari pewaris ditentukan dengan Surat Keterangan Waris yang dibuat di bawah tangan saja, diketahui oleh lurah dan camat. Itu untuk pewaris Warga Negara Indonesia pribumi.
Untuk diketahui di dalam surat keterangan waris tidak ditentukan bagian masing-masing ahli waris terhadap harta yang tinggalkan.
Karena fungsi SKW hanya untuk menentukan siapa saja para ahli waris.
Selanjutnya untuk menentukan bagian masing-masing bagian ahli waris dihitung berdasarkan Hukum Islam bagi yang muslim dan dengan musyawarah atau penetapan pengadilan jika dibutuhkan.
Untuk WNI keturunan Tionghoa surat keterangan warisnya dibuat dengan akta Notaris, sedangkan untuk WNI turunan lainnya seperti Timur Jauh atau India, Arab dan lain-lain Surat Keterangan Waris dibuat oleh Balai Harta Peninggalan.
Dalam memperhitungkan BPHTB ada faktor konstansta pengurang yang besarnya Rp250.000.000 sampai dengan Rp350.000.000,-
Jadi ketika sudah didapatkan NPOP atau Nilai Perolehan Objek Pajak (sama dengan nilai transaksi dalam jual beli), nilai tersebut dikurangi terlebih dahulu dengan NPOPTKP selanjutnya dikali dengan 5%.
Apabila pemilik tanah dan bangunan tersebut hanya atas nama satu orang saja, atau yang tertulis dalam sertifikat hanya nama satu orang pewaris saja, maka yang berhak menjadi ahli warisnya adalah istri atau suami dan anak-anaknya.
Maksudnya jika yang meninggalkan adalah istri maka ahli warisnya adalah suami dan anak-anak.
Jika yang meninggal adalah suami maka yang menjadi ahli waris adalah istri dan anak-anaknya. Ahli waris berupa suami/istri dan anak-anak merupakan golongan ahli waris I menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer).
Selanjutnya, menurut KUHPer, jika si pewaris belum menikah maka yang menjadi ahli warisnya adalah golongan II yaitu orang tua, adik dan kakak atau saudara kandung.
Selanjutnya jika golongan I dan II tidak ada, maka ahli warisnya adalah golongan III yaitu keluarga dalam garis lurus ke atas setelah orang tua atau kakek nenek.
Jika golongan I sampai dengan III tidak ada maka ahli warisnya adalah ahli waris golongan IV yaitu paman dan bibi dari pewaris baik dari pihak orang tua laki-laki maupun dari orang tua perempuan.
Selanjutnya keturunan paman dan bibi sampai derajat keenam dihitung dari pewaris, saudara dari kakek dan nenek beserta keturunannya, sampai derajat keenam dihitung dari pewaris.
Berbeda dengan perhitungan BPHTB karena jual beli yang menghitung BPHTB berdasarkan Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) atau harga transaksi, perolehan BPHTB karena warisan dihitung berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang dianggap sebagai NPOP.
Namun adakalanya pemerintah daerah setempat melalui dinas pendapatan daerah tidak memperbolehkan perhitungan dasar pengenaan BPHTB karena waris ini berdasarkan NJOP karena menganggap bahwa nilai pasar dari objek waris jauh di atas NJOP.
Maka terhadap kondisi ini perhitungan BPHTB waris berdasarkan taksiran harga pasar yang diperkenankan oleh pejabat dinas pendapatan daerah tersebut.
Prinsip perhitungan BPHTB karena warisan sama saja dengan jual beli yaitu 5 % x (NPOP – NPOPTKP).
Dimana NPOPTKP warisan adalah Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak yang besarnya berbeda untuk masing-masing daerah.
Sebagai contoh NPOPTKP untuk DKI Jakarta adalah Rp. 350.000.000,- dan untuk daerah Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi adalah Rp. 300.000.000,-
Besarnya NPOPTKP untuk daerah lain ditetapkan berdasarkan peraturan daerah masing-masing karena sekarang ini pemungutan BPHTB dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah. Untuk mencari informasinya bisa ke Kantor Pajak atau Kantor Pertanahan atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Biasanya lebih praktis apabila kita menanyakan ke kantor PPAT setempat karena PPAT sering mengurus baliknama waris.
Proses permohonan balik nama sertifikat tersebut dilakukan di kantor pertanahan, sedangkan untuk mengurusnya bisa dilakukan sendiri oleh para ahli waris, bisa juga dikuasakan ke pihak lain.
Pihak lain yang mengurusnya bisa berupa orang pribadi bisa juga oleh Notaris atau PPAT.
Umumnya masyarakat lebih mempercayai balik nama tersebut ke Notaris atau PPAT. Karena Notaris adalah pihak yang dipercayai untuk mengurus surat-surat penting.
Penyebab lainnya adalah karena seorang Notaris dapat mengeluarkan tanda terima sertifikat asli yang sama kekuatan hukumnya dengan surat-surat yang terima oleh Notaris tersebut.
Nantinya tanda terima tersebut akan ditukarkan kembali dengan sertifikat asli ketika pengurusan sudah selesai.
1. Sertifikat asli
2. Foto copy PBB dan bukti pembayaran tahun berjalan
3. Surat keterangan kematian si pewaris
4. Surat keterangan waris
5. Surat kuasa jika dikuasakan
6. Surat permohonan baliknama waris (form disediakan oleh kantor BPN)
7. Foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK) seluruh ahli waris
8. Foto copy Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
9. Slip setoran BPHTB yang sudah divalidasi ke kantor dinas pendapatan daerah setempat
Itulah sudah dibahas tentang teknis pengurusan balik nama waris atau yang sering diistilahkan dengan turun waris.
Sekarang kita lihat besarnya pajak dalam bentuk BPHTB atau pajak atas penerimaan hak atas tanah dan bangunan dalam contoh perhitungan.
Berikut data-data tanah yang menjadi objek warisan:
Besarnya BPHTB adalah sebagai berikut:
Si pewaris meninggalkan 1 orang istri dan 3 anak dengan demikian orang yang berhak atas objek tersebut adalah 4 orang.
Lantas bagaimana dengan penulisan di blanko BPHTB? apakah ke-empat orang tersebut harus dituliskan?
Jika ahli waris lebih dari satu orang maka penulisan subjek pajak di lembar BPHTB cukup dituliskan nama salah satu ahli waris saja dengan diikuti menulis CS (cum suis) yang berarti ‘dan kawan-kawan’, di belakang namanya.
Dengan adanya tanda CS semua yang berkepentingan sudah mahfum bahwa pemiliknya terdiri dari beberapa orang.
Sebaiknya diwakilkan oleh ahli waris yang sudah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan berdomisili di dekat dengan lokasi.
Adakalanya karena situasi tertentu, tanah dan bangunan dimiliki oleh lebih dari satu orang. Penyebabnya bisa jadi karena pembelian dilakukan secara patungan beberapa orang untuk keperluan tertentu.
Atau pemiliknya merupakan ahli waris yang pada awalnya memperoleh hak secara bersama-sama.
Sebagai contoh, beberapa orang sepakat untuk membeli tanah dan bangunan secara bersama-sama sehingga di dalam sertifikat tercantum beberapa orang.
Setelah dilakukan AJB dari pemilik lama, maka tanah dan bangunan tersebut dibaliknama ke atas nama pembeli yang terdiri dari beberapa orang tersebut.
Oleh karena itu saat ini tanah tersebut beberapa orang, sehingga di sertifikat tercantum nama semua pemiliknya.
Misalnya 5 orang sepakat untuk membeli sebidang tanah yang terletak di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, mereka adalah:
Dengan bagian masing-masing seperlima sama besar (atau berapapun bagian masing-masing, menurut kesepakatan).
Sebaiknya bagian masing-masing dicantumkan di dalam sertifikatnya sehingga para pemilik memiliki kepastian besarnya kepemilikannya tentang tanah tersebut.
Pada suatu hari Rajo Angek Garang meninggal dunia, sehingga haknya beralih ke ahli warisnya. Siapa saja ahli warisnya ditentukan oleh Surat Keterangan Waris yang dibuat oleh para ahli waris yang diketahui oleh lurah dan camat.
Dalam surat keterangan waris tersebut Rajo Angek Garang meninggalkan para ahli waris:
Data-data tanah objek warisan sebagai berikut:
Besarnya BPHTB adalah sebagai berikut:
Jika diajukan balik nama atas sertifikat tersebut maka jumlah BPHTB yang harus dibayar oleh para ahli waris Rajo Angek Garang adalah Nihil atau tidak ada.
Karena besarnya NJOP tanah yang beralih haknya lebih kecil dari angka pengurangan BPHTB untuk peralihan hak karena warisan.
Apabila balik nama sudah selesai diajukan di Kantor Pertanahan maka dalam sertifikat akan muncul nama tujuh orang yaitu nama empat orang pemilik sebelumnya ditambah dengan ahli waris dari Rajo Angek Garang, selengkapnya pemilik tanah dan bangunan tersebut menjadi menjadi:
Dalam sertifikat ini juga bisa dicantumkan besarnya masing-masing bagian pemiliknya. Besarnya bagian masing-masing pemilik berdasarkan kesepakatan semua pemilik.
Untuk menentukan bagian masing-masing pemilik atas tanah tersebut dibuatkan kesepakatan bersama yang menyetujui bagian masing-masing pemilik.
Kesepakatan dibuat di bawah tangan saja dengan ditandatangani oleh seluruh nama yang tercantum di dalam sertifikat.
Berdasarkan pernyataan inilah BPN akan mencantumkan besarnya bagian masing-masing pemilik.
Menurut hitung-hitungan di atas, maka besarnya hak masing-masing pemilik adalah sebagai berikut:
Para ahli wari Rajo Angek Garang memperoleh bagian 1/5 bagian secara bersama-sama yang merupakan bagian yang menjadi hak Rajo Angek Garang. Oleh karena itu satu orang ahli waris Rajo Angek Garang menerima bagian secara total 1/15.
Besarnya bagian ini tentu untuk menyederhanakan saja karena perhitungan hak masing-masing pihak atas warisan harus ditentukan berdasarkan ketentuan.
Jika beragama Islam, maka penentuan berdasarkan pembagian warisan menurut ajaran Islam.
Demikian juga pembagian waris untuk agama lain juga menurut peraturan yang berlaku menurut agama tersebut.
Sedangkan dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT PBB) tanah tersebut bisa dibaliknama ke atas nama salah satu orang saja.
Baliknama PBB dilakukan di dinas pendapatan daerah setempat dengan melampirkan sertifikat hasil baliknama.
Untuk melengkapi permohonan biasanya petugas dari dinas pendapatan daerah juga meminta copy berkas-berkas seperti permohonan baliknama sertifikat di kantor BPN. Ya, lengkapi saja toh sudah ada berkasnya.
Leave a Comment